Yustina Hiola: Satgas Efisiensi Kota Gorontalo Wujud Nyata Implementasi PP 1 Tahun 2025
Bakukabar.id, Gorontalo – Pembentukan Satuan Tugas Efisiensi oleh Pemerintah Kota Gorontalo terus menuai dukungan dari berbagai kalangan, termasuk dari akademisi. Salah satunya datang dari Yustina Hiola, SE., Ak., MSA., CA., CPA, dosen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo (FEB UNG).
Menurutnya, pembentukan Satgas Efisiensi merupakan langkah strategis yang sangat relevan dalam menjawab amanat Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi penyelenggaraan pemerintahan.
Yustina, yang juga alumni Magister Akuntansi dan Profesi Akuntansi Universitas Brawijaya Malang, menilai bahwa inisiatif Pemerintah Kota Gorontalo tidak sekadar bersifat simbolik atau administratif.
Ia memandang kebijakan ini sebagai bentuk keseriusan dalam menjadikan efisiensi sebagai prinsip dasar pengelolaan keuangan daerah, khususnya dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Menurutnya, selama ini tata kelola APBD di berbagai daerah sudah menaruh perhatian pada akuntabilitas dan transparansi. Namun, prinsip efisiensi—yakni bagaimana belanja daerah mampu menghasilkan manfaat langsung bagi masyarakat—masih menjadi ruang yang belum tergarap maksimal.
Dalam konteks inilah Satgas Efisiensi menjadi penting, karena mampu menjembatani antara proses perencanaan anggaran dan hasil yang dirasakan nyata di lapangan.
Ia menyebut pendekatan Pemerintah Kota Gorontalo dalam membentuk Satgas Efisiensi sangat sejalan dengan semangat value-for-money dalam akuntansi sektor publik.
Setiap rupiah yang dibelanjakan, katanya, harus bisa dipertanggungjawabkan tidak hanya dari sisi legalitas administratif, tetapi juga dari sisi manfaat konkret bagi masyarakat.
Lebih lanjut, Yustina mengapresiasi pendekatan Satgas yang tidak hanya fokus pada efisiensi teknokratis, tetapi juga menyentuh dimensi budaya birokrasi. Menurutnya, ketika efisiensi dibangun sebagai bagian dari nilai dan perilaku organisasi, maka keberlanjutannya akan lebih terjamin.
Ia menyebut integrasi nilai-nilai lokal seperti mola’ilo (mengatur pengeluaran dengan bijak), motulidu (kejujuran), mo bu’ade (keterbukaan), dan tuha-tuhata (kerja yang efisien dan tepat guna) sebagai inovasi penting dalam membangun etos kerja ASN.
Ia juga menyoroti perlunya pendekatan baru dalam pengawasan anggaran, yakni melalui audit awal atau pre-audit. Menurutnya, selama ini audit dilakukan setelah belanja terjadi, yang tentu saja hanya bisa memberi koreksi pasca-fakta.
Dengan adanya Satgas, menurutnya, Kota Gorontalo bisa menjadi pionir dalam mendorong pengawasan yang lebih dini agar pemborosan bisa dicegah sejak tahap perencanaan.
Namun Yustina juga mengingatkan bahwa efisiensi tidak boleh dipahami secara sempit sebagai pemotongan anggaran tanpa arah. Ia menegaskan bahwa efisiensi harus dibangun di atas dasar analisis yang tepat, dengan indikator yang terukur, agar tidak merugikan kualitas pelayanan publik.
Ia mengapresiasi kepemimpinan Wali Kota Gorontalo, Adhan Dambea, yang menurutnya telah menunjukkan komitmen kuat dalam membangun birokrasi yang bekerja tidak hanya taat prosedur, tetapi juga bernilai.
Menurutnya, keberhasilan Satgas nanti sangat bergantung pada konsistensi dan keberanian untuk menjadikan efisiensi sebagai budaya, bukan sekadar proyek jangka pendek.
Dengan melibatkan akademisi, tokoh masyarakat, dan unsur pengawasan internal, Yustina optimistis Satgas Efisiensi di Kota Gorontalo dapat menjadi model reformasi birokrasi di tingkat nasional.
Ia menutup keterangannya dengan menyatakan bahwa apa yang dilakukan Pemerintah Kota Gorontalo saat ini adalah praktik terbaik yang patut diadopsi oleh daerah lain di Indonesia.