Ekonomi dan Geopolitik (Studi: Ekonomi Politik Indonesia Konflik Iran dan Israel)

Sisiana Tuamaji/ Foto : Istimewa

Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, di mana pun dan kapan pun, memang tidak akan pernah lepas dari yang namanya konflik. Konflik dalam organisasi memang kerap kali terjadi dan juga merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Istilah “konflik” berasal dari bahasa Latin “con” yang berarti bersama, dan “figura” yang berarti benturan atau tabrakan.

Jadi, “konflik” berarti benturan kepentingan, keinginan, dan pendapat yang tidak melibatkan dua pihak atau lebih. Konflik adalah pertentangan kepentingan atau perbedaan pandangan terhadap suatu hal antara kelompok dan antar individu dalam suatu organisasi. Dengan kata lain, konflik adalah pertentangan antara kelompok atau individu yang memiliki kepentingan berbeda dalam suatu organisasi atau negara.

Dalam hubungan internasional, konflik sering kali melibatkan negara-negara yang bersaing untuk mendapatkan kekuasaan, pengaruh, dan sumber daya. Menurut Watkins, konflik muncul ketika ada dua hal. Yaitu, dua pihak memiliki kemampuan dan realitas/aktivitas yang saling menghalangi. Ini berarti mereka memiliki kemampuan yang menghambat. Secara praktis/operasional, kemungkinan-kemungkinan ini dapat diwujudkan dan ada dalam kondisi yang memungkinkannya untuk ditemukan dengan mudah.

Konflik dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti konflik kepentingan, konflik nilai, konflik struktural, konflik data, dan konflik hubungan. Dalam kasus Iran-Israel, konflik mereka mencakup hampir semua bentuk tersebut, terutama konflik kepentingan (pengaruh regional), konflik nilai (perbedaan ideologi), dan konflik struktural (militer). dan persaingan kekuatan ekonomi).

Konflik antara Iran dan Israel telah berlangsung selama beberapa dekade dan merupakan salah satu ketegangan geopolitik paling signifikan di kawasan Timur Tengah. Secara khusus, peran kedua kekuatan besar tersebut antara Negara Iran dan Israel. Kedua negara tersebut memiliki sejarah panjang yang ditandai dengan munculnya konflik ideologis, politik, dan militer. Dengan identitas republik Islam yang kokoh, negara Iran sering kali bersikap antagonis terhadap negara Israel, yang merupakan satu-satunya negara Yahudi di duni

Dampak Ekonomi Perang Iran-Israel Bagi Indonesia

Akar permusuhan kedua negara bermula dari Revolusi Islam Iran tahun 1979 yang menggulingkan rezim Shah Mohammad Reza Pahlavi yang pro-Barat. Revolusi ini membawa perubahan drastis dalam hubungan kedua negara di bawah pimpinan Iran yang menganut ideologi anti-Zionisme dan anti-Israel yang kuat. Setelah Revolusi Islam, Iran memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel dan menjadi pendukung perjuangan Palestina. Khomeini.

Selama Perang Iran-Irak (1980-1988), Israel diduga memberikan bantuan senjata dan intelijen kepada Irak untuk melawan Iran. Iran menganggap tindakan ini sebagai pengkhianatan dan memperburuk hubungan kedua negara. Pada 1990-an, Iran mulai mendukung kelompok militan Palestina seperti Hamas dan Jihad Islam, serta Hizbullah di Lebanon yang menentang Israel.

Sebagai tanggapan, Israel melakukan serangan udara terhadap fasilitas nuklir Iran yang diduga ada di Irak pada tahun 1991. Ketegangan meningkat karena Israel menduga Iran tengah mengembangkan program senjata nuklir yang mengancam keamanannya. Iran terus menyediakan senjata dan dukungan finansial kepada Hizbullah di Lebanon, yang berperang melawan Israel pada tahun 2006. Di Jalur Gaza, Iran mendukung Hamas dalam konfliknya dengan Israel pada tahun 2008-2009 dan 2014.

Keterlibatan Iran dalam mendukung kelompok militan ini meningkatkan ketegangan dengan Israel. Sejak awal tahun 2000-an, Israel semakin khawatir dengan dugaan program nuklir Iran yang bertujuan untuk mengembangkan senjata atom. Israel diduga terlibat dalam serangan siber terhadap fasilitas nuklir Iran dan pembunuhan ilmuwan nuklir Iran pada tahun 2010-an untuk menghalangi program tersebut. Dalam Perang Saudara Suriah, Iran dan Israel terlibat dalam perang proksi dengan mendukung pihak yang berbeda. Iran mendukung rezim Presiden Bashar al-Assad.

Pada saat yang sama, Israel melakukan serangan udara terhadap target militer Iran di Suriah untuk mencegah penguatan milisi pro-Iran di dekat perbatasan Israel. Ketegangan mencapai puncaknya pada Januari 2020 ketika Jenderal Iran Qasem Soleimani tewas dalam serangan pesawat tak berawak AS di Irak. Pembunuhan itu memicu ancaman balas dendam dari Iran terhadap Israel dan AS dan meningkatkan risiko perang terbuka di kawasan Timur Tengah.

Konflik antara Iran dan Israel selama beberapa dekade terakhir terus berlanjut, dengan berbagai eskalasi yang mengganggu stabilitas regional dan global. Konflik yang meningkat di Timur Tengah semakin membahayakan ekonomi global, terutama terkait inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Sebagai negara dengan ekonomi terbuka (berkembang) dan bergantung pada listrik impor, Indonesia memiliki hubungan tidak langsung dengan konflik tersebut. Iran Konflik Israel berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia, terutama melalui harga energi, inflasi, perdagangan internasional, dan investasi asing.

Dampak pertama yang dirasakan di Indonesia adalah kenaikan harga minyak dunia. Iran merupakan salah satu produsen minyak terbesar di dunia, sedangkan Israel memiliki pengaruh yang cukup besar di kawasan Timur Tengah yang kaya akan cadangan minyak. Konflik kedua negara tersebut dapat mengganggu pasokan minyak dunia, baik secara langsung maupun tidak langsung, karena menimbulkan keraguan dan meningkatnya risiko bagi investor dan pelaku bisnis di industri perminyakan.

Pada tahun 2022, Indonesia mengimpor minyak mentah sebanyak 22,7 juta kiloliter dan produk minyak jadi sebanyak 22,9 juta kiloliter. Dengan ketergantungan impor minyak yang begitu tinggi, harga minyak dunia akan menambah beban subsidi energi pemerintah dan menekan anggaran negara. Selain itu, lonjakan harga minyak akibat konflik Iran-Israel berpotensi merevisi inflasi global lebih lanjut, yang akan berimplikasi pada kenaikan suku bunga.

Dampak kedua yang dapat mempengaruhi perekonomian di Indonesia adalah guncangan pasar keuangan global yang terjadi akibat perang Iran-Israel yang berpotensi mengguncang pasar keuangan global di Indonesia. Investor cenderung lebih tertarik mencari aset yang dianggap sebagai aset paling aman, seperti dolar AS dan obligasi pemerintah AS, dalam situasi konflik dan ketidakpastian. Hal ini dapat menyebabkan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, sehingga biaya pinjaman luar negeri bagi Indonesia meningkat signifikan.

Secara empiris, nilai tukar rupiah kerap mengalami penurunan pasca libur Idul Fitri dalam satu dekade terakhir. Berdasarkan data historis, rupiah mengalami pelemahan dengan rata-rata sekitar 0,44 persen dibandingkan nilai sebelum libur Idul Fitri. Namun, kenaikan indeks dolar AS tidak selalu berkorelasi dengan Rupiah yang melemah, namun sentimen global dan domestik cukup berpengaruh terhadap pergerakan nilai tukar rupiah.

Perang Iran-Israel berpotensi menimbulkan ancaman serius terhadap stabilitas ekonomi nasional Indonesia. Dampak negatif seperti kenaikan harga minyak dunia, guncangan pasar keuangan global, dan tekanan cadangan devisa perlu diantisipasi dengan strategi mitigasi yang tepat agar Indonesia lebih waspada terhadap dampak tersebut. Pemerintah Indonesia akan bertindak lebih cepat dan lebih terstruktur dalam menangani permasalahan tersebut. Menjaga stabilitas sistem keuangan, memverifikasi sumber energi, serta diplomasi dan kerja sama internasional menjadi tujuan utama untuk meminimalisir dampak negatif perang Iran-Israel.

Indonesia akan terus mendorong upaya perdamaian dan secara aktif mencegah eskalasi konflik yang signifikan sebagai negara yang konsisten menerapkan soft power secara global. Hanya dengan kerja sama dan solidaritas internasional yang kuat, Indonesia dapat terhindar dari ancaman perang dan konflik serta menciptakan perdamaian dan stabilitas global yang berkelanjutan.

Oleh : Sisiana Tuamaji(Wakil Sekretaris Umum KOHATI PB HMI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup