TERUNGKAP! Manado Bukan Ibu Kota Pertama Sulawesi Utara — Inilah Bukti Gorontalo Pernah Jadi Pusat Kekuasaan Regional
“Ketika Gorontalo Memimpin, dan Manado Masih Kota Kecil”
Sejarah tidak selalu seperti yang kita diajarkan di sekolah. Ada bagian-bagian yang tertimbun, disisihkan, atau sengaja dihapus. Salah satunya adalah fakta mengejutkan ini: pada awal berdirinya Republik Indonesia, Manado bukanlah ibu kota Sulawesi Utara. Gorontalo-lah yang menjadi pusat pemerintahan wilayah utara Pulau Sulawesi.
Ya, Gorontalo — kota tua yang hari ini sering dipandang sebagai wilayah penyangga — pernah menjadi jantung kekuasaan administratif untuk wilayah utara Sulawesi, jauh sebelum nama Manado dielu-elukan.
Awalnya Hanya Satu Provinsi Bernama “Sulawesi”
Tahun 1945, ketika Indonesia baru merdeka, Pulau Sulawesi masih berdiri sebagai satu provinsi utuh: Provinsi Sulawesi, berpusat di Makassar. Wilayah ini dibagi ke dalam 12 kabupaten, 1 kota besar (Makassar), dan 1 kota kecil (Menado). Saat itu, belum ada provinsi Sulawesi Selatan, Tengah, atau Utara—semuanya masih satu kesatuan administratif.
Salah satu kabupaten paling penting saat itu adalah Kabupaten Sulawesi Utara. Tapi inilah yang sering dilupakan: ibu kota kabupaten itu bukan Manado, melainkan Gorontalo.
Gorontalo, Bukan Manado, yang Jadi Pusat Segalanya
Dalam arsip resmi Departemen Penerangan Republik Indonesia tahun 1950-an, tertulis jelas:
“Kabupaten Sulawesi Utara beribu kota di Gorontalo, dengan wilayah yang mencakup daerah Gorontalo, Bolaang Mongondow, dan Buol.”
Data ini tidak berdiri sendiri. Dokumen cetak dan peta zaman itu menegaskan hal yang sama: Gorontalo adalah pusat pemerintahan regional, mengatur sebagian besar wilayah utara Pulau Sulawesi.
Lalu bagaimana dengan Manado?
Saat itu Manado hanya berstatus sebagai kota kecil (kota ketjil) dan menjadi ibu kota Kabupaten Minahasa. Tidak ada catatan bahwa Manado pernah menjadi pusat kekuasaan lebih luas sebelum reorganisasi wilayah dilakukan pada awal 1960-an.
Reorganisasi Wilayah: Dimulainya Perubahan Kuasa
Tahun 1960, pemerintah pusat mulai membagi provinsi-provinsi besar menjadi lebih kecil demi efisiensi administratif. Maka terbitlah UU No. 47 Tahun 1960 yang membelah Provinsi Sulawesi menjadi dua wilayah besar: Sulawesi Selatan-Tenggara (Sulselra) dan Sulawesi Utara-Tengah (Sulutteng)
Namun, perubahan tak berhenti di situ. Hanya empat tahun kemudian, lewat UU No. 13 Tahun 1964, wilayah Sulutteng dipecah lagi menjadi; Provinsi Sulawesi Utara, dengan Manado sebagai ibu kota. Lalu Provinsi Sulawesi Tengah, dengan Palu sebagai ibu kota.
Di sinilah titik balik sejarah: Gorontalo yang semula menjadi pusat regional tiba-tiba saja diturunkan statusnya, dan seluruh kendali pemerintahan beralih ke Manado. Tidak ada transisi yang jelas. Tidak ada penjelasan mengapa ibu kota dipindah. Tidak ada pengakuan resmi bahwa sebelumnya Gorontalo-lah yang menjadi pusat.
Jejak yang Dihilangkan, Identitas yang Dihapus
Narasi ini nyaris hilang dari memori kolektif. Generasi muda di Sulawesi Utara tidak lagi tahu bahwa dulu Manado hanyalah kota kecil, dan Gorontalo memimpin wilayah dari pesisir Teluk Tomini. Tidak ada monumen yang mengenang masa itu. Tidak ada pelajaran sekolah yang menyinggungnya.
Apakah ini kebetulan? Ataukah sebuah pengalihan sejarah yang disengaja?
Pertanyaan ini menyisakan luka. Sebab sejak saat itu, Gorontalo menjadi seperti bayang-bayang dalam tubuh Sulawesi Utara. Banyak kebijakan dianggap terlalu Minahasa-sentris, dan keterwakilan Gorontalo dalam pemerintahan provinsi terus dipertanyakan.
Lahirnya Provinsi Gorontalo: Membalas Ingatan yang Diabaikan
Tak mau terus dipinggirkan, Gorontalo mulai bangkit. Gerakan-gerakan otonomi daerah muncul, bukan hanya sebagai tuntutan administratif, tetapi sebagai perjuangan untuk mengembalikan martabat sejarah. Puncaknya terjadi pada tahun 2000, ketika melalui UU No. 38 Tahun 2000, Gorontalo resmi menjadi provinsi sendiri.
Ini bukan sekadar pemekaran. Ini adalah pengakuan politik atas sejarah yang dihapus. Ini adalah pemulihan identitas. Ini adalah perlawanan terhadap lupa.
Kenapa Kita Harus Tahu Ini?
Karena sejarah bukan milik pemenang. Karena ingatan kolektif tidak boleh didikte oleh narasi tunggal. Karena tanpa mengenali masa lalu secara jujur, kita akan terus terjebak dalam relasi kuasa yang timpang dan narasi yang cacat.
Dan hari ini, ketika arsip-arsip lama muncul kembali, saat peta-peta dan dokumen mulai dibuka, kita bisa berkata dengan lantang:
Gorontalo-lah yang pertama memimpin Sulawesi Utara. Bukan Manado.