GERAK Laporkan Dugaan Monopoli dan Korupsi Alkes Rp50,9 M di Dinkes Boalemo ke Kejaksaan Agung
BAKUKABAR.id – Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK) Provinsi Gorontalo, yang dikomandoi oleh Abdul Wahidin Tutuna, resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi dan monopoli dalam proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) dan bahan medis habis pakai (BMHP) senilai Rp50,9 miliar di Dinas Kesehatan Kabupaten Boalemo ke Kejaksaan Agung RI, Selasa (15 /7/2025).
Laporan tersebut disampaikan langsung di Jakarta, dengan disertai sejumlah dokumen pendukung seperti Rencana Umum Pengadaan (RUP), tangkapan layar e-katalog, serta bukti indikasi aliran dana dalam bentuk fee proyek. GERAK menduga proses pengadaan sudah dikondisikan secara sistematis bahkan sebelum kepala daerah definitif dilantik.
“Investigasi kami menunjukkan bahwa monopoli ini melibatkan oknum pejabat Dinas Kesehatan yang memainkan peran utama dalam seleksi penyedia, serta diduga menggandeng institusi luar secara ilegal untuk memuluskan skema tersebut,” ujar Abdul Wahidin dalam keterangan persnya.
Menurut Wahidin, laporan ini sengaja dibawa ke tingkat pusat karena kekhawatiran adanya intervensi dari oknum aparat penegak hukum (APH) lokal yang disebut sebagai “bekingan” para pelaku.
“Kami tidak ingin uang rakyat dimonopoli oleh segelintir mafia proyek di Boalemo. Pelaporan ke Kejagung adalah bentuk ketidakpercayaan kami terhadap independensi APH di daerah,” tegasnya.
Ia juga mengungkap bahwa nama seorang oknum berinisial NJ kerap disebut dalam temuan lapangan sebagai “pemain lama” dalam proyek pengadaan Dinas Kesehatan Boalemo. Oknum ini diduga menggunakan nama-nama besar dari institusi penegak hukum untuk mengintimidasi dan mengamankan praktik monopoli tersebut.
GERAK dalam laporannya meminta Kejaksaan Agung untuk segera mengambil langkah-langkah konkret, di antaranya:
- Melakukan penyelidikan dan penyidikan menyeluruh terhadap pengadaan alkes dan BMHP tahun anggaran 2025.
- Memanggil seluruh pihak yang diduga terlibat, baik dari unsur pejabat Dinkes, penyedia barang/jasa, maupun pihak eksternal.
- Melakukan audit investigatif terhadap seluruh aliran dana proyek, termasuk fee yang diduga mengalir ke pihak tertentu.
- Menindak tegas seluruh jaringan mafia pengadaan sesuai ketentuan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, Pasal 25 UU Larangan Monopoli, serta Perpres tentang e-katalog (16/2018 jo. 12/2021).
Wahidin menambahkan bahwa kerugian negara bukan satu-satunya dampak kasus ini. “Kualitas pelayanan kesehatan masyarakat Boalemo ikut terancam karena pengadaan barang dilakukan secara tidak profesional dan sarat kepentingan,” katanya.
Ia berharap Kejaksaan Agung mampu menjadikan kasus ini sebagai momentum pembenahan menyeluruh terhadap sistem pengadaan publik, khususnya di sektor kesehatan yang rentan terhadap praktik mafia anggaran dan intervensi politik.