Keutamaan Salat Isya Menurut Imam an-Nawawi

Gambar Masjid di malam hari/Ilustrasi canva.com

BAKUKABAR.id – Salat Isya adalah salah satu dari lima salat fardhu yang diwajibkan atas setiap Muslim. Waktunya berada di penghujung siang, ketika tubuh manusia telah letih dan condong pada istirahat. Dalam kondisi demikian, syariat tetap mendorong umat Islam untuk tetap menunaikan salat Isya, bahkan dengan jaminan keutamaan yang besar. Ulama besar mazhab Syafi’i, Imam Yahya bin Syaraf an-Nawawi (631–676 H), dalam karya-karyanya seperti Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim dan al-Adzkar, memberikan ulasan yang dalam mengenai fadhilah dan rahasia spiritual dari salat Isya.

Keutamaan Berdasarkan Hadis Nabi

Salah satu hadis yang menjadi dasar pembahasan Imam an-Nawawi adalah sabda Rasulullah:

“Salat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah salat Isya dan salat Subuh. Seandainya mereka mengetahui pahala yang ada di dalam keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya walaupun dengan merangkak.” – (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam an-Nawawi dalam Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim menjelaskan bahwa hadis ini menunjukkan: bahwa beratnya salat Isya disebabkan waktunya yang gelap dan ketika manusia cenderung lelah dan ingin beristirahat. Oleh karena itu, orang yang tetap menjaga salat Isya, terutama berjamaah, menunjukkan tanda keimanan yang tulus. Imam an-Nawawi menyatakan bahwa dorongan Nabi agar mendatangi salat Isya “walau dengan merangkak” merupakan indikasi dari nilai luar biasa besar yang dikandungnya.

Salat Isya sebagai Indikator Keimanan

Imam an-Nawawi menafsirkan bahwa kemalasan seseorang terhadap salat Isya terutama secara berjamaah merupakan ciri kemunafikan dalam makna syar’i. Ini bukan berarti secara langsung menyebut orang tersebut munafik, tetapi menjadi peringatan bahwa iman seseorang diuji pada momen-momen sulit seperti waktu Isya dan Subuh.

“Salat pada waktu ini menuntut pengorbanan nafsu, dan siapa yang sanggup menunaikannya dengan ringan hati, itulah tanda kebersihan jiwa dan kekuatan imannya.” (Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim, Nawawi)

Pahala Setara Salat Malam

Dalam hadis sahih lainnya:

“Barangsiapa yang salat Isya berjamaah, maka seakan-akan ia salat separuh malam. Dan barangsiapa yang salat Subuh berjamaah, maka seolah-olah ia salat sepanjang malam.”– (HR. Muslim)

Imam an-Nawawi menegaskan bahwa hadis ini adalah bukti nyata betapa besar pahala salat berjamaah, khususnya Isya dan Subuh. Ia juga menunjukkan keutamaan spiritual: menjaga Isya berjamaah membangun kekuatan ruhani untuk mendekat kepada Allah sepanjang malam, meski tanpa qiyam.

Dalam beberapa kondisi, Nabi pernah mengakhirkan salat Isya hingga larut malam. Imam an-Nawawi dalam syarahnya menyatakan bahwa ini menunjukkan kelonggaran dalam waktu pelaksanaan, selama belum keluar dari waktunya. Bahkan, mengakhirkan salat Isya bisa menjadi ibadah tersendiri jika dilakukan dengan niat menunggu jamaah atau menghidupkan malam.

Perspektif dalam al-Adzkar: Etika & Zikir Setelah Isya

Dalam al-Adzkar, Imam an-Nawawi juga membahas tentang zikir dan doa setelah salat Isya. Ia menyebut bahwa waktu malam adalah saat yang sangat tepat untuk:

  • Berzikir kepada Allah,
  • Membaca doa-doa wirid,
  • Membaca Al-Qur’an.

Ini karena malam membawa ketenangan batin yang tidak didapatkan pada siang hari. Imam Nawawi menyebut bahwa:

“Waktu yang paling utama untuk zikir dan membaca Al-Qur’an adalah setelah Isya hingga terbit fajar.”– (al-Adzkar, Bab Fadhilah al-Lail)

Dari seluruh penjelasan Imam an-Nawawi, dapat disimpulkan bahwa salat Isya memiliki dimensi keimanan dan keruhanian yang sangat mendalam. Ia bukan hanya salat di waktu malam, tapi simbol ketulusan, kesungguhan, dan kekuatan iman seseorang. Menjaga salat Isya dengan sungguh-sungguh, terlebih berjamaah, merupakan bentuk pengabdian yang besar, bahkan bisa menyamai ibadah sepanjang malam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup