Ekonom UNUSIA Kritik PPATK soal Pemblokiran Rekening Pasif: Picu Panik Massal Nasabah
BAKUKABAR.id – Ekonom Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), Muhammad Aras Prabowo, melontarkan kritik tajam terhadap pernyataan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait kebijakan pemblokiran rekening pasif. Ia menilai pernyataan tersebut telah menimbulkan keresahan publik dan memicu fenomena panik withdrawal atau penarikan uang secara massal oleh nasabah di sejumlah daerah.
Menurut Aras, pernyataan PPATK yang disampaikan tanpa penjelasan sosial-ekonomi yang memadai telah menciptakan kekhawatiran luas di masyarakat, terutama di tengah rendahnya tingkat literasi keuangan nasional.
“Fenomena ini terjadi di sejumlah daerah dan berakibat langsung pada ketegangan dengan pihak bank. Ini adalah konsekuensi yang seharusnya diperhitungkan PPATK sebelum menyampaikan kebijakan yang bersifat kontroversial dan sensitif,” ujar Aras dalam keterangannya, Minggu (3/8).
Ia menegaskan bahwa lembaga seperti PPATK seharusnya mengedepankan prinsip kehati-hatian dan komunikasi publik yang bertanggung jawab sebelum mengumumkan kebijakan yang berkaitan langsung dengan dana masyarakat.
Lebih lanjut, Aras menyebut bahwa pemblokiran rekening pasif tanpa penjelasan yang rinci dapat merusak kepercayaan publik terhadap sistem perbankan nasional.
“Di tengah rendahnya literasi keuangan masyarakat, kebijakan seperti ini harus dijelaskan secara rinci agar tidak menimbulkan kepanikan massal. Perlu ada pernyataan resmi yang jelas dari PPATK maupun otoritas perbankan agar tidak terjadi gelombang penarikan uang oleh nasabah,” tegasnya.
Fenomena panik withdrawal sempat menjadi viral di media sosial, dengan beredarnya video antrean panjang nasabah di berbagai kantor cabang bank yang mendesak ingin menarik dana. Di antaranya, terlihat narasi kekhawatiran akan pemblokiran sepihak oleh otoritas.
Aras menyatakan, hal ini merupakan peringatan keras bagi seluruh pemangku kebijakan agar tidak gegabah dalam merancang dan menyampaikan kebijakan keuangan publik.
“Kebijakan apapun yang berkaitan dengan rekening masyarakat harus dirancang dengan pertimbangan stabilitas dan kepercayaan publik. Jangan main-main dengan isu keuangan. Jika terjadi tsunami penarikan dana, risikonya sangat besar bagi perbankan nasional,” imbuhnya.
Menutup pernyataannya, Aras mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) untuk segera memberikan klarifikasi resmi kepada masyarakat guna menenangkan situasi dan mengembalikan kepercayaan publik.
“OJK dan BI harus segera meninjau ulang praktik komunikasi kebijakan publik oleh PPATK agar lebih terukur dan tidak menimbulkan keresahan yang merugikan stabilitas ekonomi,” tandasnya.
Hingga berita ini diturunkan, PPATK belum memberikan pernyataan resmi terkait reaksi publik atas kebijakan tersebut.