PP KMHDI Desak Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis: 1.376 Siswa Jadi Korban Keracunan
PP KMHDI Desak Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis: 1.376 Siswa Jadi Korban Keracunan
BAKUKABAR.id – Bertepatan dengan peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, Ketua Departemen Organisasi Pengurus Pusat Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (PP KMHDI), I Dewa Gede Ginada Darma Putra, menyampaikan kritik keras terhadap implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Program MBG resmi diluncurkan pada 6 Januari 2025 dan hingga Agustus tercatat telah menjangkau 20 juta penerima manfaat, menurut data Badan Gizi Nasional (BGN). Capaian tersebut ditopang pembangunan 5.800 unit Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) serta persiapan operasional 17.000 calon mitra. Meski secara kuantitatif terlihat menjanjikan, PP KMHDI menilai program ini menyimpan persoalan serius.
Hingga pertengahan 2025, setidaknya 1.376 siswa sekolah di 13 wilayah menjadi korban dugaan keracunan makanan MBG, dengan gejala mulai dari mual, muntah, hingga sesak napas. Kasus terjadi di berbagai daerah, mulai dari Bandung, Tasikmalaya, Sumatera Selatan, Sukoharjo, hingga Nusa Tenggara Barat.
Insiden serupa sudah muncul sejak uji coba MBG di Nganjuk pada Oktober 2024 dan terus berlanjut pasca peluncuran resmi. Puncak kasus terjadi pada April–Mei 2025, ketika ratusan siswa di beberapa daerah mengalami gejala keracunan massal.
Temuan lapangan menunjukkan permasalahan utama ada pada rantai produksi dan distribusi. Sejumlah dapur SPPG diketahui tidak memenuhi standar higienitas, sanitasi, serta pengolahan dan penyimpanan makanan. Hasil uji sampel menemukan bakteri berbahaya seperti E.coli, Bacillus cereus, dan Candida tropicalis.
Menurut Ginada, visi program MBG untuk menurunkan stunting dan meningkatkan kualitas pendidikan sangatlah strategis. Namun, implementasi teknis dan manajerial justru membahayakan keselamatan penerima manfaat.
“Kami tidak menolak semangat dari program ini, tetapi keberhasilan tidak bisa diukur hanya dari angka penerima manfaat. Keselamatan anak-anak jauh lebih penting daripada capaian kuantitatif,” tegas Ginada.
PP KMHDI menyoroti lemahnya pengawasan, minimnya uji kelayakan mitra penyedia, dan kurangnya kesiapan infrastruktur pendukung. Penanganan insiden pun dianggap tidak transparan dan belum akuntabel, termasuk terkait tanggung jawab negara terhadap korban.
Tuntutan PP KMHDI
PP KMHDI mendorong Presiden Prabowo untuk segera mengambil langkah korektif, antara lain:
- Menghentikan sementara pelaksanaan MBG di wilayah yang memiliki catatan buruk hingga proses evaluasi tuntas.
- Melakukan audit independen terhadap dapur dan mitra MBG dengan melibatkan pakar gizi, BPOM, Dinas Kesehatan, dan masyarakat sipil.
- Menyusun ulang SOP dan pedoman operasional berbasis pendekatan ilmiah serta risiko lokal.
- Mengevaluasi sistem verifikasi dan pengadaan, termasuk distribusi serta penyimpanan bahan pangan.
- Menjamin hak korban, berupa pengobatan gratis dan kompensasi nyata bagi yang terdampak.
- Mencopot Kepala Badan Gizi Nasional atas kelalaian dalam pengawasan yang membuat program strategis ini tidak terarah.
Ginada menegaskan bahwa pelaksanaan program berskala nasional harus mengutamakan keselamatan dan keberlanjutan manfaat, bukan sekadar pencitraan politik.
“Negara wajib hadir melindungi anak-anak. Bila 1.376 anak menjadi korban dalam hitungan bulan, itu bukan lagi alarm, tapi tanda bahaya serius yang tak boleh diabaikan,” tegasnya.
PP KMHDI menegaskan kesiapannya menjadi mitra kritis pemerintah untuk memastikan MBG berjalan dengan standar mutu, moralitas, dan tanggung jawab. Dalam semangat kemerdekaan, seluruh rakyat berhak atas perlindungan dari kebijakan yang semestinya mendukung, bukan membahayakan.