Alissa Wahid: Merawat Indonesia Tidak Cukup Hanya dengan Kata-kata

Alissa Wahid (Direktur Jaringan GUSDURian)

Bakukabar-id, Yogyakarta- Direktur Jaringan GUSDURian, Alissa Wahid, menyampaikan bahwa merawat Indonesia tidak cukup hanya dengan kata-kata, tetapi juga membutuhkan kerja nyata yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Menurut Alissa, menjaga dan merawat Indonesia bukanlah pekerjaan mudah seperti menyampaikan pidato di depan umum. Merawat Indonesia berarti harus hadir secara nyata dalam memelihara keberagaman dan kebersamaan di antara sesama anak bangsa.

“Menjaga dan merawat Indonesia berarti merawat keberagaman dan kebersamaan. Dalam konteks inilah, GUSDURian hadir untuk memperkuat bangsa dan negara ini,” ujar Alissa saat menyampaikan refleksi Halal Bi Halal (HBH) yang dilaksanakan di Pendopo KH. Abdurrahman Wahid, Griya GUSDURian, Sorowajan, Yogyakarta, pada 19 April 2025.

Lebih lanjut, putri sulung KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini menegaskan bahwa warisan perjuangan Gus Dur begitu besar, selain menghadirkan tantangan, juga menjadi peluang. Oleh karena itu, diperlukan semangat dan kekuatan besar untuk melanjutkan warisan perjuangan Gus Dur tersebut.

Senada dengan itu, mantan Menteri Agama, KH. Lukman Hakim Saifuddin, menyampaikan apresiasinya terhadap komunitas GUSDURian yang hingga saat ini masih berkomitmen melanjutkan perjuangan Gus Dur. Menurut Lukman, menjaga persaudaraan dan ke-Indonesiaan sangat relevan, terlebih Gus Dur semasa hidupnya konsisten memperjuangkan nilai-nilai universal agama, khususnya kemanusiaan.

“Jarang sekali kita menemukan tokoh hebat yang memiliki anak biologis dan ideologis yang berkomitmen melanjutkan perjuangannya,” ujar Lukman di hadapan puluhan tokoh agama, akademisi, dan perwakilan penggerak GUSDURian se-Indonesia.

Lukman menambahkan, semua aspek perjuangan Gus Dur berbasis agama. Ia tidak pernah mempersoalkan keimanan seseorang karena hal itu adalah urusan individu dengan Tuhan, melainkan lebih fokus pada bagaimana seseorang mengaktualisasikan nilai-nilai keagamaannya.

menurutnya, persaudaraan, kemanusiaan, dan kebersamaan yang telah dijalankan GUSDURian beserta jejaringnya adalah hal yang langka, terutama dalam kondisi saat ini. “Gusdurian konsisten menjaga nilai-nilai kemanusiaan dan memperjuangkan keadilan, dan kita patut bersyukur atas semua itu,” tegas Lukman.

Sementara itu, Prof. Dr. Sahiron, Direktur Diktis Kemenag RI, saat didaulat menyampaikan hikmah HBH mengatakan, HBH adalah upaya untuk menyempurnakan pengampunan (magfirah) Allah setelah sebulan penuh melaksanakan ibadah puasa. Perayaan Idulfitri 1 Syawal 1446 H menjadi momentum di mana dosa antara manusia dan Tuhan diampuni, sementara dosa terhadap sesama manusia tidak akan diampuni hingga manusia saling memaafkan.

Dalam konteks inilah, menurutnya ulama Nusantara menginisiasi HBH sebagai ruang perjumpaan untuk melebur dosa dan menyempurnakan pengampunan Allah. “HBH adalah upaya untuk menyempurnakan pengampunan Allah,” terang pakar tafsir Al-Qur’an tersebut.

HBH menjadi ruang untuk mengsucikan diri agar manusia kembali kepada fitrahnya. Oleh karena itu, HBH yang diselenggarakan oleh jaringan GUSDURian itu bukan hanya sekadar perayaan atau tradisi, tetapi juga momen untuk merefleksikan teladan dan semangat perjuangan kemanusiaan Gus Dur.

Menurutnya, Gus Dur merumuskan perjuangan kemanusiaan berdasarkan surah At-Taubah ayat 128 yang menggambarkan sifat kemanusiaan Nabi Muhammad SAW. Ayat tersebut menekankan pentingnya membangun empati dan simpati kepada mereka yang tertindas, baik secara ekonomi maupun politik, serta mendorong kemajuan dalam segala aspek kehidupan.

Gus Dur berkomitmen dan serius mendalami permasalahan yang menimpa masyarakat, mengedepankan kepedulian, empati, dan ringan tangan untuk membantu serta memajukan orang lain. Konsistensinya dalam beragama juga berorientasi untuk menghindarkan manusia dari sekularisme dan mendorong spiritualitas. Baginya, gerakan sosial dimulai dari agama yang menjadi dasar pengembangan komunitas dan masyarakat.

Acara yang berlangsung santai dan penuh canda dan tawa itu, selain dihadiri mantan Menteri Agama Dr. KH. Lukman Hakim Saifuddin, juga dihadiri oleh murid dan pengagum Gus Dur, di antaranya KH. Imam Azis, Kyai Jadul Maula, Haeru Salim, KH. Hakim Jayli, koordinator wilayah Gusdurian se-Indonesia, pemuka agama, dan tokoh aktivis lintas iman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup