Dalam Bayang-bayang Raden Ayu: Kartini Sebagai Kesedaran Kolektif Emansipasi Perempuan

Risman Lutfi

Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat yang sering dikenal dengan nama RA Kartini sebagai salah satu perempuan Indonesia asal jepara-jawa tengah, pejuang emansipasi perempuan itu selalu diperingati setiap tahun, tepatnya pada tanggal 21 April, tahun kelahirannya 1879. Dalam catatan sejarah, kartini menggores tinta perlawanan atas penjajahan yang dialami bangsa Indonesia. Doktrin Perjuangannya mengangkat martabat perempuan sebagai makhluk Tuhan yang setara dengan laki-laki dan mendapatkan kelayakan pendidikan, pekerjaan, kedudukan sosial serta hak selaku manusia merdeka, harus diakui sebagai jasa pahlawan-pejuang pendidikan.

Ayahnya Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat yang pernah menjadi bupati jepara, sedangkan ibunya, MA Ngasirah juga merupakan perempuan keturunan darah biru. Kartini terlahir dengan status sosial bangsawan, kedudukannya sebagai seorang kelas terhormat sejak lahir tidak menghilangkan rasa peduli pada lingkungan sosial. Catatan Kartini dalam surat-suratnya yang menjadi karya abadi “Habis Gelap Terbitlah Terang” itu harus bacaan wajib bagi siswa/i dan mahasiswa/i agar memiliki kesadaran kolektif tentang basis sejarah perlawanan dan membangkitkan spirit perjuangan para pelajar-pelajar dalam dunia pendidikan Indonesia.

Bangunan ide-ide progresif sebagai respon terhadap situasi eksternal yang berdampak pada eksistensinya sebagai manusia dalam sejarah perkembangan masyarakat, menjadikan dirinya sosok individu memanusiakan manusia seutuhnya. RA Kartini meyakini dengan penuh jiwa bahwa perempuan juga bisa membangun konstruksi pemikiran kritis untuk mewujudkan keadilan sosial juga kesetaraan gender. Semangat, ketangguhan, keberanian, dan karakter kepeloporan kartini harus diambil sebagai realisasi dalam langkah konkrit, sehingga tidak menjadi bayang-bayang ingatan masa lampau dan mati pada imajinasi perayaan nostalgia.

Kekejaman dunia patriarkis melalui sistem kapitalisme dan feodalisme yang dilawan oleh kartini rupanya masih tumbuh berkembang pesat hingga hari ini. Proses penghisapan tenaga kerja pada buruh perempuan hingga mengalami keguguran, kekerasan dalam rumah tangga yang hampir secara minoritas korban adalah perempuan, bahkan striotipe perempuan sebagai manusia inferior masih ada pada ruang publik, dunia pendidikan, hingga menjalar dan melekat pada urusan rumah tangga keluarga. Perspektif dan kesadaran diskriminatif dalam dominasi kelas tertentu terhadap kelas lain harus dihapuskan melalui pendidikan formal, nonformal dan informal menggunakan pendidikan kritis yang membuka ruang dialogis.

RA Kartini menjalani kehidupan dengan sangat singkat, karena dengan usia 25 tahun, tepatnya pada tanggal 17 september 1904 dirinya meninggal dunia. Walaupun tutup usia diwaktu muda, kartini hadir dan hidup dalam ingatan panjang perjuangan bangsa Indonesia. Hingga kini, sudah 121 tahun wafatnya kartini, pelopor emansipasi perempuan.

Selamat Hari Kartini.!!!

Jawa Timur, 21 April 2025.

Risman Lutfi (Pembina GUSDURian Ternate).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup