Dari Ladang Menuju Harapan: Hunian Murah Tumbuhkan Masa Depan Petani Milenial di Gorontalo

Sebuah ikhtiar kolaboratif menyemai kesejahteraan baru bagi generasi muda yang memilih bertani sebagai jalan hidup

LIMBOTO – Bakukabar.id | Pagi itu, Limboto seolah diselimuti cahaya yang berbeda. Bukan karena perayaan besar atau festival daerah, melainkan karena tumbuhnya sebuah harapan baru yang konkret. Di halaman rumah dinas Bupati Gorontalo, digelar peluncuran program hunian murah bagi petani milenial—sebuah langkah awal yang menjanjikan arah pembangunan yang lebih berpihak dan manusiawi.

Di balik seremoni sederhana ini, hadir keyakinan besar: bahwa kehidupan petani muda bukan hanya urusan lahan dan panen, tetapi juga tentang kepastian tempat tinggal, keamanan sosial, dan rasa memiliki. Program ini dibangun melalui kolaborasi Pemerintah Kabupaten Gorontalo, GEMPITA, REI, dan Bank Syariah Indonesia (BSI), yang semuanya menyatukan kekuatan untuk menjawab persoalan struktural para petani muda.

Rumah yang Lebih dari Sekadar Tempat Tinggal

Dalam sambutannya, Bupati Gorontalo, H. Sofyan Puhi, berbicara tidak dalam bahasa administratif, tetapi dengan nada yang memahami denyut kehidupan warganya. Ia menegaskan bahwa rumah bukan hanya bangunan fisik, melainkan ruang di mana masa depan dibentuk, rasa percaya diri dibangun, dan komitmen terhadap tanah kelahiran dikuatkan.

“Rumah itu bukan hanya atap dan tembok. Rumah adalah tempat pertama kita bermimpi. Ia fondasi kepercayaan diri, tempat anak-anak tumbuh, dan tempat petani muda menyusun masa depan,” ujarnya. “Kalau mereka punya rumah yang layak, maka langkah mereka dalam bertani akan lebih mantap dan terarah.”

Komentar Bupati ini menggambarkan pemahaman mendalam seorang pemimpin lokal yang melihat pertanian tidak sekadar dari sisi produksi, tetapi dari sisi psikososial masyarakat desa. Bupati Sofyan meyakini bahwa selama ini banyak anak muda meninggalkan kampung halaman bukan karena tak mencintai tanahnya, tetapi karena tak diberi alasan cukup untuk bertahan. Dengan rumah, alasan itu perlahan disusun kembali.

Narasi Baru: Bertani Itu Mulia dan Menjanjikan

Bagi Dahlan Usman, Ketua GEMPITA sekaligus Ketua IKA UNHAS Provinsi Gorontalo, program ini lebih dari sekadar infrastruktur sosial. Ia adalah fondasi kultural baru yang dibutuhkan untuk mengembalikan kemuliaan dan gengsi profesi petani di mata generasi milenial. Dalam obrolan hangat seusai acara, Dahlan menjelaskan bahwa petani hari ini tidak cukup hanya diberi alat, bibit, dan pupuk—mereka perlu diberi rasa aman, martabat, dan kepastian.

“Petani milenial itu punya semangat besar. Tapi kalau mereka tidak punya rumah sendiri, bagaimana bisa merasa stabil dan fokus dalam membangun usaha tani? Hunian ini bukan hadiah—ini hak dasar. Dan ini adalah langkah awal kita mengangkat petani dari sekadar bertahan, menjadi pemimpin masa depan di desa mereka,” ujarnya.

Dahlan memandang regenerasi petani tidak akan terjadi bila negara dan komunitas kampus hanya menonton dari jauh. Ia mendorong agar alumni perguruan tinggi, terutama mereka yang berasal dari pedesaan, mengambil peran aktif sebagai penggerak pembangunan. Menurutnya, alumni bukan hanya bisa jadi politisi atau birokrat, tetapi juga motor sosial-ekonomi yang membangkitkan daya hidup kampung halaman.

Kolaborasi yang Menyentuh Akar Rumput

Program hunian ini tidak lahir dari logika pembangunan top-down. Ia muncul dari komunikasi lintas sektor yang memahami kebutuhan di akar rumput: REI merancang skema bangunan yang efisien dan terjangkau; BSI menghadirkan pembiayaan syariah tanpa tekanan bunga; sementara GEMPITA menjadi penghubung antara aspirasi petani muda dan sumber daya yang tersedia.

“Kami tak ingin hanya membangun rumah. Kami ingin membangun komunitas petani yang bisa saling menopang, bekerja sama, dan membentuk jejaring usaha yang kuat,” kata Dahlan. “Program ini jadi wadah awal untuk itu—rumahnya dibangun, komunitasnya dihidupkan.”

GEMPITA merancang agar setiap petani yang menerima manfaat tidak hanya menerima kunci rumah, tetapi juga modul pelatihan keuangan, literasi pertanian digital, dan pendampingan manajemen usaha tani. Tujuannya adalah membentuk ekosistem regenerasi petani yang mandiri dan terorganisasi—bukan lagi sporadis seperti selama ini.

Dari Hunian ke Ekosistem Kesejahteraan

Menurut Bupati Sofyan, transformasi besar tidak lahir dari mega proyek, melainkan dari kebijakan kecil yang menyentuh hati dan logika masyarakat. Ia percaya bahwa dengan menyediakan rumah, pemerintah membuka jalan bagi ribuan keputusan-keputusan hidup yang lebih baik: anak-anak bisa bersekolah tanpa harus berpindah, keluarga bisa mengatur ekonomi dengan lebih tenang, dan petani bisa merencanakan usaha taninya tanpa dibayangi penggusuran atau kontrakan yang tak pasti.

“Kalau anak-anak muda kita punya rumah, mereka tak lagi harus meninggalkan desa hanya untuk mencari tempat tinggal atau penghidupan. Justru dari rumah itu mereka bisa menumbuhkan pertanian, mendirikan koperasi, dan memasarkan hasilnya secara langsung,” kata Sofyan dengan nada yang reflektif.

Bagi Dahlan, rumah juga adalah simbol peradaban dan keberlanjutan. Jika generasi muda bisa tumbuh dalam lingkungan yang stabil dan dihargai, maka mereka tidak hanya akan bertani—mereka akan menciptakan inovasi. Di sanalah visi ke depan dari GEMPITA: petani bukan sebagai simbol kemiskinan, tetapi sebagai aktor ekonomi lokal yang unggul dan kreatif.

Menumbuhkan Masa Depan dari Tanah Sendiri

Program ini menandai babak baru arah pembangunan di Gorontalo. Tidak lagi bertumpu pada simbolisasi proyek mercusuar, tetapi pada investasi manusia yang nyata. Rumah petani menjadi tonggak awal peradaban baru desa, tempat generasi milenial belajar bertahan dan berkembang tanpa harus pergi jauh.

Dahlan menambahkan bahwa ke depan, GEMPITA akan merancang klaster-klaster pertanian berbasis komunitas di sekitar perumahan petani ini. Di dalamnya akan ada pusat pelatihan, mini koperasi, sentra pemasaran, hingga klinik keuangan syariah yang akan membimbing petani dalam perencanaan jangka panjang.

“Kami tak ingin ini berhenti di satu proyek. Kami ingin ini berkembang menjadi gerakan. Setiap rumah adalah titik awal. Dari situ, tumbuh koperasi. Dari koperasi, tumbuh industri desa. Dan dari situ, tumbuh masa depan yang tidak lagi bergantung pada kota,” ujar Dahlan, dengan pandangan jauh ke depan.

Narasi Pembangunan yang Lebih Manusiawi

Peluncuran program hunian petani milenial ini membawa angin segar dalam diskursus pembangunan daerah. Ia menunjukkan bahwa perubahan tidak melulu datang dari undang-undang atau investor besar. Ia bisa lahir dari ruang sederhana, dari pemimpin lokal yang peduli, dari komunitas yang bergerak bersama, dan dari rumah-rumah kecil yang berdiri di tepi ladang.

Kini, di sudut-sudut desa, petani muda tidak lagi memikirkan untuk pindah. Mereka memilih tinggal. Karena tanah ini bukan hanya tempat mereka bekerja—tapi tempat mereka dipercaya, dihargai, dan diberi ruang untuk bermimpi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup