Haul Gus Dur 2024, Doktor Samsi: Merusak Lingkungan Bagian Penodaan Agama
Bakukabar.id, Gorontalo – Salah satu isu strategis nasional Jaringan Gusdurian yang sering digunakan dalam forum resmi dan mimbar-mimbar bebas adalah isu keadilan ekologi. Isu ini sangat relevan di kalangan komunitas Gusdurian.
Karena itu, di momentum peringatan Haul Gus Dur ke-15, Komunitas Gusdurian Kabupaten Gorontalo menyelenggarakan diskusi dengan tema; Taubatan Ekologis: Lingkungan sebagai Amanah Spiritual, Ahad (22/12/2024), kemarin
Penyelenggara menghadirkan berbagai narasumber, salah satunya akademisi Universitas Negeri Gorontalo (UNG) Samsi Pomalingo.
Pada diskusi itu, Samsi menjelaskan pentingnya menjaga alam dari kerusakan akibat tangan-tangan manusia.
Deforestasi dan kerusakan lingkungan dikatakan, perlu dilihat dari perspektif teologis. Bahwa kerusakan lingkungan tersebut tidak semata-mata kehendak tuhan, melainkan ulah manusia itu sendiri.
“Ada tiga perspektif teologis dalam memandang isu lingkungan. Pertama, hablummninallah (hubungan manusia dan tuhan), kedua, hablumminannas (hubungan manusia dengan manusia, dan ketiga yakni habluminalalam (hubungan manusia dengan alam)”, kata Samsi
Dalam pandangan Fiqih, kata Samsi, ada lima tujuan agama (hifdz al-din: menjaga agama, hifdz al-nafs: menjaga jiwa, hifdz al-aql: menjaga akal, hifdz an-nasl: menjaga keturunan, hifdz al mal: menjaga harta.
“Oleh Nahdlatul Ulama sendiri ditambahkan hifdz wathon: menjaga negara. Kalau dikaji lebih dalam, sebenarnya keenam nilai ini berkorelasi dengan alam”, kata Romo Samsi sapaan akrabnya.
Merusak lingkungan bagian penodaan agama
Disatu sisi, Samsi menyatakan manusia tak boleh merusak lingkungan tanpa maksud tertentu. Artinya, manusia beragama ia mampu menjaga akal. Maka dalam pengelolaan lingkungan dibutuhkan akal.
“Kalau manusia merusak lingkungan itu bagian dari menodai agama, mencari harta dengan merusak lingkungan juga bagian dari menodai agama, kalau tidak menjaga akal, kita akan merusak lingkungan dan menodai agama,” paparnya.
Lebih lanjut, penulis buku dialog liberatif ini menjelaskan, bahwa Tuhan itu Al-Ghany, yaitu Maha Kaya. Tafsir yang tepat menurutnya, Tuhan adalah maha cukup. Itu artinya, Tuhan tidak butuh apa-apa, tapi manusialah yang butuh.
“Alam sebagai makrokosmos, dan manusia sebagai mikrokosmos sudah seharusnya manusia dengan alam bisa mengisi satu sama lain”
“Alam bisa memberikan manusia segalanya, manusia harus bersyukur atas pemberian itu, maka bersyukur dengan tidak mengeksploitasi dan merusak alam,” pintanya.
Tokoh Lintas Agama Peran Kunci Cegah Kerusakan Lingkungan
Diskusi yang dihadiri ratusan peserta itu Samsi menekankan pentingnya kolaborasi tokoh lintas agama untuk ikut bagian mengampanyekan pelestarian lingkungan. Misalnya, kata Samsi, dimulai dari penyampaian keagamaan di masjid, gereja, pura, vihara dan klenteng.
“Islam utamanya, kampanye menjaga lingkungan ini bisa disampaikan melalui takziah, dan khotbah jumat. Pada momen-momen ini bisa dimanfaatkan untuk menyinggung budaya konsumerisme, transisi energi dan pentingnya umat Islam menjaga lingkungan, mengingat kultur masyarakat Gorontalo sangat religius”, tutup Samsi