DPR : Fenomena Bendera One Piece Harus Dilihat Sebagai Ekspresi, Bukan Ancaman
BAKUKABAR.id – Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, menanggapi fenomena pengibaran bendera Jolly Roger atau bendera One Piece menjelang peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI dengan mengajak publik untuk tidak gegabah dalam menilai. Ia menilai fenomena ini lebih sebagai ekspresi sosial masyarakat ketimbang sebuah bentuk ancaman terhadap simbol negara.
“Di era digital semua punya akses pada informasi. Makanya ojo kesusu (jangan terburu-buru) menyimpulkan. Jangan cepat menilai itu buruk,” kata Mardani dalam rilisnya, Senin (4/8/2025).
Fenomena pengibaran bendera bergambar tengkorak dan tulang bersilang ikon serial anime One Piece di rumah-rumah dan kendaraan warga belakangan ramai dibicarakan di media sosial. Banyak yang menafsirkan aksi tersebut sebagai bentuk kekecewaan dan kritik terhadap kondisi sosial-politik di Indonesia.
Namun, sejumlah pihak, termasuk Menkopolhukam Budi Gunawan, menilai hal tersebut sebagai bentuk provokasi yang berpotensi merusak marwah Bendera Merah Putih, dan meminta masyarakat untuk menghargai simbol perjuangan bangsa.
Menanggapi itu, Mardani menekankan bahwa generasi muda saat ini memiliki kecerdasan sosial yang tinggi dan ekspresi mereka harus disikapi dengan empati, bukan reaksi berlebihan.
“Harus ada hati terbuka bahwa rakyat itu cerdas dan punya hati. Bisa jadi ada pesan yang ingin disampaikan. Mesti ngaji rasa. Jangan merasa pintar, tapi seharusnya adalah pintar merasa,” ujarnya.
Menurut anggota Komisi II DPR RI itu, selama tidak mengandung unsur kekerasan atau anarkisme, pengibaran bendera Jolly Roger tak perlu dianggap sebagai pelanggaran hukum atau ancaman ideologis.
“Nggak melanggar hukum. Kadang anak itu berulah karena kurang perhatian. Kasih perhatian saja nanti kembali dekat,” ucapnya.
Lebih lanjut, Mardani menyebut bahwa fenomena semacam ini justru membuka ruang dialog antara negara dan warganya, khususnya anak muda. Ia mendorong pendekatan yang komunikatif dan partisipatif, bukan represif.
“Nikmati aja. Kadang cuma perlu didekati dan didengar. Nanti akan kembali,” ujar Legislator Dapil DKI Jakarta I itu.
Mardani juga melihat munculnya kritik kreatif dari masyarakat sebagai hal positif dalam demokrasi.
“Zamannya masyarakat semakin kreatif. Dan kan sebenarnya bagus kalau punya rakyat yang kritis. Yang penting kita bisa menjaga bersama, dan tidak boleh ada aksi anarkis,” tutupnya.