Gila! Enam Anak Muda Ini Sudah Bergelar Doktor di Usia 20-an, Ada yang Umur 24!
BAKUKABAR.ID – Jakarta.
Di saat sebagian besar orang seusia mereka masih sibuk menyusun skripsi atau mencari pekerjaan pertama, enam anak muda Indonesia ini justru sudah menapaki tangga tertinggi akademik: meraih gelar doktor (S3) di usia awal 20-an.
Bukan sekadar lulus, mereka pernah tercatat sebagai doktor termuda di Indonesia atau di kampus masing-masing pada masanya. Dari Aceh sampai Surabaya, dari laboratorium kimia hingga riset transportasi, mereka membuktikan bahwa batas usia bukan halangan untuk menembus puncak keilmuan.
Nama Grandprix Thomryes Marth Kadja tercatat sebagai pemecah rekor nasional. Ia meraih gelar doktor dari Institut Teknologi Bandung (ITB) di usia 24 tahun. Melalui program percepatan PMDSU, Grandprix menyelesaikan S2 dan S3 sekaligus hanya dalam empat tahun. Disertasinya tentang zeolit ZSM-5 membuka jalan baru dalam pengembangan katalis ramah lingkungan, dan MURI pun menetapkannya sebagai doktor termuda Indonesia saat itu.
Dari Surabaya, Maria Apriliani Gani menjadi perbincangan saat lulus doktor dari Fakultas Farmasi Universitas Airlangga hanya lima hari setelah ulang tahunnya ke-24. Dengan IPK sempurna 4,00, ia mengangkat riset tentang biomaterial nano untuk pemulihan tulang. Di tengah kerasnya dunia sains, Maria membuktikan bahwa perempuan muda bisa unggul dalam riset yang sangat teknis dan kompleks.
Sementara itu, Satria Arief Prabowo yang dikenal lulus dokter di usia 19 tahun, kembali mencuri perhatian dengan menyelesaikan program doktor di London School of Hygiene and Tropical Medicine pada usia 25 tahun. MURI mengganjarnya sebagai doktor termuda di bidang kedokteran. Penelitiannya di bidang vaksin dan kesehatan tropis kini menjadi rujukan banyak institusi kesehatan global.
Dari ujung barat Nusantara, Iqra Mona Meilinda mengharumkan nama Universitas Syiah Kuala (USK). Ia lulus sebagai doktor di usia 25 tahun, hanya dalam 2,5 tahun masa studi. Disertasinya membedah stres pengendara sepeda motor di kawasan urban menggunakan model MIMIC. Dengan IPK 4,00, Iqra menjadi doktor termuda sepanjang sejarah USK, sekaligus inspirasi baru bagi perempuan Aceh.
Tak kalah membanggakan, Mufti Reza Aulia Putra dari Universitas Sebelas Maret (UNS) menyelesaikan program doktoralnya dalam usia 25 tahun 9 bulan. Ia tidak menjalani sidang terbuka karena seluruh persyaratan publikasi internasional sudah terpenuhi. Fokusnya pada sistem energi terbarukan dan otomasi industri menempatkannya sebagai sosok penting dalam inovasi teknologi hijau.
Terakhir, dari Yogyakarta, Dewi Agustiningsih mencatat rekor sebagai doktor tercepat yang pernah lulus dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia merampungkan studi doktoral hanya dalam waktu 2 tahun 6 bulan 13 hari, dan di usia 26 tahun 6 bulan telah menguasai bidang katalis kimia silika-titania. Karyanya menjadi bagian dari upaya global mengembangkan proses kimia yang lebih bersih dan efisien.
Meski berbeda latar dan bidang, keenam sosok ini memiliki satu kesamaan: semangat luar biasa untuk belajar dan berkontribusi di usia muda. Mereka membuktikan bahwa jika diberikan ruang, bimbingan, dan kesempatan, anak muda Indonesia mampu bersaing di level tertinggi ilmu pengetahuan.
Fenomena mereka bukan sekadar cerita inspiratif. Ini adalah bukti bahwa sistem pendidikan Indonesia memiliki potensi besar—asal diberi arah dan dukungan yang tepat. Dan jelas, usia muda bukan penghalang untuk jadi cendekia.
Redaksi: Bakukabar.id
Sumber: ITB, UGM, USK, UNAIR, UNS, MURI, Kompas, Detik, AJNN
–