Hakim MK Arief Hidayat Koreksi Kata ‘Penggelembungan Suara’: Yang Digelembungkan itu Balon dan Kondom
Bakukabar.id, Nasional – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar Sidang Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati dan Wakil Bupati Pohuwato Tahun 2024.
Sidang tersebut dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat, di dampingi Anwar Usman dan Enny Nurbaningsih di Panel 3, Gedung MK, Selasa (14/1/2025).
Sidang Pemeriksaan Pendahuluan Perkara dengan Nomor 37/PHPU.BUP-XXIII/2025, Arief Hidayat memberikan koreksi terhadap frasa ‘penggelembungan suara’ yang disampaikan kuasa hukum pasangan calon nomor urut 1, Yusri Helingo-Fatmawaty Syarif.
Terkait frasa penggelembungan suara, menurut Arief, bahwa kata penggelembungan tidak ada korelasinya dengan suara, namun dengan benda lain seperti balon dan kondom. Sehingga dia mengoreksinya dengan penambahan perolehan suara.
“Baik. Jadi ambang batas enggak memenuhi. Terus kenapa diajukan?” tanya Arief.
Sementara Kuasa Hukum Paslon 1 Yusri Helingo – Fatmawati Syarif dalam sidang tersebut menimpali, bahwa pihaknya yakin ada pelanggaran penggelembungan suara.
“Ya, ada poin pokok di sini, kami menduga ada pelanggaran penggelembungan suara di tingkat TPS,”, ujar kuasa hukum, Ferdinansyah Nur.
Hakim Arief pun menegaskan, yang bisa digelembungkan itu Balon, tatapi kondom lanjut Arief bisa. Menurutnya, bahwa suara itu bisa ditambahkan.
“Ya, yang bisa digelembungkan itu balon, kalau enggak, ya, mohon maaf tidak hanya balon, tetapi kondom juga bisa, kalau suara itu bisa ditambahkan. Istilah yang benar dipakai yang itu”, terang Arief.
Dengan begitu, Hakim Arief Hidayat mempersilakan pemohon untuk melanjutkan membaca pokok perkara gugatan.
Selain dugaan penggelembungan, pemohon juga menyoroti dugaan pelanggaran administrasi berupa mutasi pergantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan calon yang dilakukan oleh termohon sebagai petahana di lingkungan pemerintah Kabupaten Pohuwato.
“Kami mendalilkan di sini ada pelanggaran terhadap mutasi pejabat. Yang dilakukan enam bulan sebelum. Di mana sebelumnya pernah diajukan sengketa Bawaslu namun tak diregistrasi,” beber Ferdinansyah.
Menurutnya, Petahana (incaumbent) telah melanggar ketentuan dalam UU Nomor 10 tahun 2016 Pasal 71 ayat 2