Kota Gorontalo Lawan Gelombang Perceraian ASN: Bangun Ketahanan Keluarga dari Birokrasi
Dalam tiga tahun terakhir, Kota Gorontalo menghadapi persoalan serius terkait tingginya angka perceraian di kalangan aparatur sipil negara (ASN). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat 683 kasus perceraian pada tahun 2022, 647 kasus pada 2023, dan turun menjadi 479 kasus pada 2024. Meski ada tren penurunan, jumlah tersebut masih terbilang tinggi dan membutuhkan langkah nyata.
Pemerintah Kota Gorontalo memandang bahwa perceraian ASN bukan sekadar urusan domestik, tetapi turut berdampak pada stabilitas birokrasi dan kualitas pelayanan publik. Masalah rumah tangga yang tidak terselesaikan sering berimbas pada penurunan etos kerja, meningkatnya stres di lingkungan kerja, hingga merusak iklim kerja di instansi.
Angka Perceraian Tinggi, Wali Kota Gorontalo Ambil Langkah Serius
Menjawab persoalan tersebut, Pemerintah Kota Gorontalo menggelar kegiatan pembinaan bagi ASN pada Jumat, 11 Juli 2025. Acara ini dibuka langsung oleh Wali Kota Gorontalo, Adhan Dambea, dan diisi dengan rangkaian tausiah mengenai makna pernikahan serta arahan langsung dari pimpinan daerah.
Dalam sambutannya, Wali Kota menekankan bahwa perceraian banyak dipicu oleh hal-hal emosional yang tidak dikendalikan.
“Perceraian biasanya terjadi karena emosional. Kalau kedua belah pihak emosional, maka kemungkinan besar akan berujung pada perceraian,” ujarnya di hadapan peserta pembinaan.
Ia berharap kegiatan ini dapat mengubah cara pandang ASN terhadap makna pernikahan, serta mendorong sikap bijak dan dewasa dalam menghadapi persoalan rumah tangga. Pendekatan religius dan emosional ini menjadi bagian penting dari strategi mencegah perceraian sejak dini, sebelum konflik berkembang menjadi krisis.
Selain pembinaan moral, Wali Kota juga menegaskan adanya ketentuan administratif yang berlaku bagi ASN yang hendak mengajukan perceraian. Salah satunya adalah keharusan mendapatkan persetujuan dari atasan atau pimpinan instansi. Ia mengungkapkan, selama menjabat di periode sebelumnya, dirinya tidak pernah memberikan persetujuan terhadap permohonan cerai ASN.
Kebijakan ini tidak dimaksudkan untuk membatasi hak individu, melainkan sebagai bentuk kehati-hatian agar keputusan cerai tidak diambil dalam kondisi emosional atau tanpa upaya penyelesaian terlebih dahulu. ASN diminta untuk menjadikan keluarga sebagai ruang pembelajaran kesabaran, bukan sebagai tempat pelampiasan tekanan kerja atau konflik kecil yang dibesar-besarkan.
Langkah ini juga mendorong instansi pemerintah untuk mulai menyediakan layanan konseling internal atau rujukan ke lembaga profesional dalam penyelesaian persoalan keluarga. Dengan demikian, keputusan apapun yang diambil ASN akan lebih rasional, terstruktur, dan bertanggung jawab.
Dari Serambi Madinah, Teladan Dimulai dari Rumah
Sebagai kota yang dikenal dengan julukan Serambi Madinah, Gorontalo memiliki tanggung jawab moral untuk menghidupkan nilai-nilai keislaman dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam birokrasi dan ketahanan keluarga. Pemerintah daerah meyakini bahwa rumah tangga ASN yang stabil akan berdampak langsung pada stabilitas kerja dan kualitas pelayanan masyarakat.
Wali Kota menegaskan bahwa ASN harus menjadi teladan, tidak hanya dalam menjalankan tugas-tugas kedinasan, tetapi juga dalam kehidupan pribadi dan rumah tangga. Ia menyampaikan bahwa pembinaan ini tidak berhenti pada kegiatan seremonial, melainkan akan menjadi program rutin yang terus dikembangkan dan diperluas ke lingkungan OPD dan satuan kerja lainnya.
Melalui langkah ini, Pemerintah Kota Gorontalo ingin membuktikan bahwa Serambi Madinah bukan sekadar identitas budaya, tetapi juga menjadi arah dan cara hidup ASN—dimulai dari rumah, dibawa ke kantor, dan tercermin dalam pelayanan kepada masyarakat.