Menang-Kalah pada Pilkada Gorontalo Utara
Sejak semalam sampai dengan siang ini media sosial warga Gorontalo ramai dengan percakapan PSU Gorontalo Utara, padahal dalam setiap pemilihan umum, selalu terdapat dinamika yang kompleks antara paslon dan pendukungnya.
Pesta demokrasi, dalam segala kemuliaannya, tidak hanya tentang kemenangan atau kekalahan, tetapi lebih pada esensi dari keadilan, representasi, dan kebebasan berpendapat warga Gorut menentukan pilihan politiknya. Seperti yang diungkapkan oleh filsuf John Dewey, “Demokrasi bukanlah sesuatu yang sudah ada, melainkan sesuatu yang harus dilakukan.”
Pada hakikatnya, pemahaman tentang demokrasi tidak bisa terbatas pada sekadar menghitung jumlah suara yang diperoleh oleh masing-masing kandidat saja seperti yang ramai diperbincangkan siapa yang menang dan kalah.
Jika kita membangun pikiran demokratis bahwa pelaksanaan PSU bukanlah akhir dari proses demokrasi, tetapi hanya awal dari perjalanan panjang menuju pemerintahan yang baik dan berkeadilan.
Oleh karena itu, mari kita jauhkan diri dari narasi sempit tentang menang atau kalah, dan mulailah membangun pemahaman yang lebih mendalam tentang esensi dari demokrasi yang sesungguhnya.
Ucapan selamat saya berikan kepada kandidat yang terpilih untuk mengemban amanah rakyat, dan bagi rakyat yang menjadi bagian dari terpilihnya Bupati dan wakil kabupaten Gorontalo Utara, berbahagialah karena pemimpin yang kalian inginkan, yang sesuai dengan kebutuhan kalian, yang sesuai dengan hati nurani kalian akan menjadi nahkoda Gorut ini 5 tahun kedepan, dan mengawal arah Gorut ini 5 tahun kedepan adalah tugas kalian.
Bagi calon bupati dan wakil yang gagal memenangkan kompetisi, dan sudah berjuang menyampaikan gagasan dan visi misinya, perjuangan kalian luar biasa dan jangan sampai berhenti di ajang pemilu saja, teruslah berjuang sampai ide dan gagasan yang kalian tawarkan dapat terlaksana walaupun tidak dalam jalur pemerintahan. suara terbanyak belum tentu menghasilkan pemimpin terbaik, tapi mencerminkan keadaan penduduk Gorut , tetap tegak dalam senyuman, kalian tetap harus bangga telah berani berbeda dalam hal yang kalian rencanakan dan kalian perjuangkan, dan sama, tetap kawal jalannya republik ini.
Memang pemahaman sebagaian warga dari konsep demokrasi yang seringkali mengemuka di masyarakat adalah sebuah sistem dan struktur nilai yang memenangkan kaum mayoritas terhadap kaum minoritas.
Demokrasi seperti ini, pada hakekatnya, akan dengan tegas menunjukkan kemenangan yang diraih oleh mayoritas dan kekalahan yang harus diterima oleh minoritas. Prinsipnya sangat sesederhana itu, demokrasi hanya menjadi tempat bagi si “pemenang”, yang tentunya itu adalah tempat bagi kaum mayoritas.
Sejatinya, implementasi demokrasi seperti ini, seolah tidak terlalu percaya pada proses, sebab yang dilihat pada hasil akhirnya. Sehingga dengan mengabaikan rasionalitas dengan menyeret-nyeret nama Rachmat Gobel dan Rusli Habibie dalam pusaran diskusi suka dan tidak suka.
Masyarakat tidak pernah diajarkan untuk menerima kekalahan, karena ia hanya mengacu pada kemenangan. Oleh karena itulah, semuanya akan berduyun-duyun untuk menjadi bagian dari mayoritas, dengan segala cara, meskipun pada akhirnya menjalankan hal-hal yang sesungguhnya tidaklah demokratis seperti isi postingan di media sosial antara lain whatsapp group.
Bahwa Kalah-menang dalam demokrasi, sesungguhnya menyudutkan arti dari demokrasi itu sendiri, yaitu sebuah konsep yang menempatkan keadilan dan partisipasi warga negara sesungguhnya. Demokrasi yang disuarakan sebagai hal ideal dan final dalam kehidupan masyarakat.
Salam Demokrasi
Oleh : Agung Mozin – (Politisi Senior)