Pemkot Gorontalo Tindak Lanjuti Instruksi Presiden Dengan Membentuk Satgas Efisiensi Pertama di Indonesia
Bakukabar.id, Gorontalo – Pemerintah Kota Gorontalo menjadi daerah pertama di Indonesia yang secara resmi menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Penyelenggaraan Pemerintahan, dengan membentuk Satuan Tugas Efisiensi (Satgas Efisiensi Daerah) melalui Surat Keputusan Wali Kota Nomor 252/4/VII/2025.
Satgas ini akan efektif bekerja mulai Juli 2025, dengan mandat untuk mempercepat transformasi birokrasi menuju tata kelola yang hemat, transparan, dan berdampak nyata bagi masyarakat. Namun lebih dari itu, Pemkot Gorontalo menekankan bahwa efisiensi bukan sekadar soal pemangkasan anggaran, melainkan harus dibangun sebagai budaya kerja yang melekat dalam pola pikir dan perilaku ASN.
Wali Kota Gorontalo, Adhan Dambea, menyatakan bahwa pendekatan efisiensi yang dijalankan tidak akan bersifat parsial atau hanya administratif. “Kita ingin membangun birokrasi yang bekerja dengan niat, bukan sekadar menggugurkan kewajiban. Efisiensi itu bukan cuma hemat anggaran, tapi hemat tenaga, waktu, bahkan hemat konflik. Dalam tradisi Gorontalo, kita mengenal nilai hemati dan mola’ilo—mengatur belanja, menyisihkannya demi kebaikan bersama. Inilah filosofi efisiensi yang hidup dalam budaya kita,” ujarnya.
Satgas yang dipimpin oleh Nuryanto, M.Ec.Dev, Kepala Badan Keuangan Daerah, akan bekerja lintas sektor, menyusun peta jalan efisiensi lima tahunan, dan membentuk sistem evaluasi belanja serta kinerja program secara lebih akuntabel. “Efisiensi bukan hanya angka di neraca. Ia harus hadir sebagai cara berpikir dan cara bertindak ASN dalam setiap keputusan,” tegas Nuryanto. Menurutnya, ketika efisiensi dimaknai sebagai budaya, maka penghematan terjadi secara sistemik, bukan sekadar instruksi.
Satgas menetapkan lima prioritas utama: perampingan kegiatan seremonial, integrasi sistem informasi antar-OPD, evaluasi perjalanan dinas, penerapan prinsip value-for-money dalam pengadaan, serta penanaman nilai budaya kerja yang jujur (motulidu), terbuka (mo bu’ade), dan efisien secara lokal (tuha-tuhata/liluhata). Kelima prioritas ini disusun untuk mengubah efisiensi dari sekadar kebijakan struktural menjadi gerakan moral dan sosial birokrasi.
Dengan Satgas ini, Kota Gorontalo menunjukkan bahwa efisiensi tidak cukup dilakukan dari atas ke bawah, tapi perlu dibangun dari dalam—dari hati birokrasi, dari cara mereka menghargai sumber daya, dan dari bagaimana mereka melayani rakyat.
Langkah ini menegaskan posisi Gorontalo sebagai pelopor dalam menjadikan efisiensi bukan sekadar penghematan, tetapi sebagai identitas etis dan budaya kerja pemerintahan yang berkarakter.