Pengadaan Mobil Dinas Rp 4,1 Miliar di Gorontalo Disorot, Praktisi Hukum: Bisa Langgar Inpres 1 Tahun 2025, Gubernur Gusnar Jangan Lawan Presiden Prabowo

Salahudin Pakaya, SH pengacara kawakan Gorontalo - FOTO : tangkapan layar

Gorontalo, Bakukabar.id — Rencana pengadaan mobil dinas senilai Rp4,1 miliar di lingkungan Pemerintah Provinsi Gorontalo menuai sorotan. Langkah tersebut dinilai tidak sejalan dengan kondisi fiskal daerah yang sedang ketat serta arahan efisiensi belanja dari pemerintah pusat.

Salahudin Pakaya, praktisi hukum dan pengamat kebijakan publik, menyebut bahwa kebijakan ini patut dipertanyakan baik dari sisi etika pengelolaan anggaran, prinsip tata kelola, maupun dari perspektif hukum administrasi negara.

“Kita tahu bahwa saat ini Provinsi Gorontalo sedang menghadapi keterbatasan fiskal yang serius. Transfer pusat terus menurun sejak 2022, Pendapatan Asli Daerah (PAD) stagnan, dan proporsi belanja modal makin kecil. Dalam situasi seperti itu, pengadaan mobil dinas senilai miliaran rupiah tentu bukanlah prioritas yang tepat,” ujarnya kepada media, Jum’at (18/7).

Langgar Semangat Inpres 1 Tahun 2025

Salahudin menegaskan bahwa pengadaan mobil tersebut dapat bertentangan dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Percepatan Pengendalian Belanja Pemerintah yang Tidak Produktif.

“Inpres itu secara tegas menginstruksikan agar belanja yang tidak mendesak dan tidak berdampak langsung pada pelayanan publik ditunda atau dibatalkan. Artinya, belanja seperti kendaraan dinas harus dikaji ketat dari aspek urgensi dan efisiensinya,” jelasnya.

Menurutnya, jika tidak ada alasan mendesak atau dasar kebutuhan operasional yang kuat, maka kebijakan ini bisa masuk dalam kategori maladministrasi atau bahkan melanggar asas kepatutan dan efisiensi dalam hukum administrasi negara.

“Kebijakan anggaran itu tidak hanya soal legalitas, tetapi juga soal kepatutan dan nilai manfaat publik. Bila menyimpang dari prinsip good governance, bisa diperiksa oleh APIP atau bahkan aparat penegak hukum,” tegasnya.

Fiskal Daerah Menyempit, Belanja Harus Prioritas

Berdasarkan analisis fiskal terbaru, struktur belanja Pemprov Gorontalo masih didominasi oleh belanja pegawai (rata-rata 39,81%) dan belanja operasional non-produktif, sementara belanja modal terus turun — diproyeksikan hanya 10,25% pada tahun 2025.

“Ini menunjukkan bahwa ruang fiskal kita makin menyempit. Alih-alih membeli mobil, seharusnya anggaran dialihkan untuk pembangunan infrastruktur, digitalisasi pelayanan publik, atau memperkuat basis PAD,” kata Salahudin.

Ia juga merekomendasikan agar pemerintah provinsi melakukan evaluasi menyeluruh terhadap belanja non-prioritas, serta membuka ruang partisipasi publik untuk menilai kelayakan program-program pengadaan.

Gubernur Tidak Boleh Melawan Presiden

Lebih lanjut, Salahudin mengingatkan bahwa sebagai kepala daerah, gubernur berada di bawah garis koordinasi Presiden, khususnya dalam menjalankan kebijakan fiskal nasional. Menurutnya, pelaksanaan Inpres adalah bentuk perintah langsung yang wajib dijalankan oleh seluruh kepala daerah.

“Gubernur tidak boleh bertindak berlawanan dengan kebijakan Presiden. Inpres adalah instruksi yang bersifat mengikat secara administratif. Ketika Presiden memerintahkan efisiensi dan pelarangan belanja tidak produktif, maka membelanjakan miliaran rupiah untuk kendaraan justru berpotensi dianggap menentang arah kebijakan nasional,” tegasnya.

Langkah transparan dan akuntabel dalam menyusun anggaran menjadi kunci kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. Dalam situasi fiskal yang makin kompleks, belanja yang tak produktif seperti pengadaan kendaraan dinas semestinya menjadi prioritas terakhir, bukan yang utama. Gubernur dan jajaran OPD diharapkan dapat lebih bijak dan patuh terhadap arahan kebijakan Presiden demi menjaga integritas dan efisiensi fiskal daerah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup