Pribumisasi: Metode Berpikir Gus Dur

Pepy Albayqunie (Seorang pecinta kebudayaan lokal dan Jamaah Gusdurian di Sulawesi Selatan yang belajar menulis novel secara otodidak. Ia lahir dengan nama Saprillah)

Catatan dari Temu Nasional (TUNAS) Jaringan GUSDURian 2025

Oleh: Pepi Albayqunie (Jamaah GUSDURian tinggal di Sulawesi Selatan yang lahir dengan nama Saprillah)

Bagaimana memahami Gus Dur jika kita tak pernah bertemu dengannya? Bagaimana generasi sekarang dapat mendaurulang cara berpikirnya? Warisan Gus Dur sesungguhnya bukan sekedar gagasan, humor, atau praktik terbaik, melainkan metode berpikir yang bisa diterapkan hingga hari ini: pribumisasi.

Pribumisasi bukan sekedar strategi budaya atau politik; ia adalah alat berpikir yang memungkinkan kita menavigasi dan memahami banyak spektrum kehidupan—dari sosial, politik, dan budaya, hingga ekologis. Dengan pribumisasi, kita belajar melihat kompleksitas masyarakat Nusantara secara utuh, menghargai keberagaman perspektif, dan menempatkan setiap fenomena dalam konteksnya. Alat berpikir ini mendorong kita untuk reflektif, asumsi yang datang dari luar, dan menyesuaikannya dengan kondisi lokal yang unik.

Nilai-nilai demokrasi yang datang dari Barat atau ajaran agama dari Timur Tengah hanya benar-benar hidup ketika diperjumpakan dengan kebijaksanaan lokal, disaring melalui pengalaman sejarah, budaya, dan kondisi sosial-ekologis Nusantara. Proses ini bukan sekadar adaptasi pasif, melainkan upaya kritis untuk menjadikan nilai-nilai universal relevan dan bermakna bagi masyarakat. Dengan demikian, pribumisasi membuka ruang bagi praktik demokrasi, agama, dan etika sosial-lingkungan yang tidak hanya diterima secara formal, tetapi juga hidup dalam pengalaman nyata masyarakat.

Politik Untuk Kemanusiaan

Dengan pribumisasi, Gus Dur membuka cara pandang yang luas terhadap masyarakat dan nilai-nilai yang membentuknya. Demokrasi yang dipribumisasikan bukan sekadar prosedur formal atau mekanisme politik semata; ia menjadi ruang hidup yang menjunjung musyawarah, toleransi, dan kemanusiaan. Dalam kerangka ini, setiap suara memiliki tempat, setiap perbedaan dihargai, dan keputusan bersama diambil bukan hanya demi aturan, tetapi demi kesejahteraan komunitas secara utuh.

Politik, menurut Gus Dur, tidak semata-mata arena kekuasaan atau perebutan posisi. Melalui pribumisasi, politik menjadi medium untuk mewujudkan kesejahteraan dan kesejahteraan bersama, sarana untuk mengharmoniskan kepentingan individu dan kolektif. Demokrasi yang hidup dalam konteks lokal tidak hanya meniru model luar, tetapi berkembang menjadi praktik sosial yang relevan dan diterapkan pada pengalaman, budaya, serta nilai-nilai moral masyarakat Nusantara.

Agama Sebagai Etika Sosial

Agama, dalam pandangan Gus Dur, bukan sekedar ritual atau doktrin, melainkan etika sosial yang konkrit, pedoman moral yang menuntun manusia dalam berinteraksi dengan sesamanya. Melalui pribumisasi, nilai-nilai keagamaan disesuaikan dengan konteks lokal sehingga mendorong praktik keadilan, toleransi, dan solidaritas. Agama yang dipribumikan menjadi alat berpikir dan pedoman tindakan nyata, memungkinkan masyarakat memahami keragaman sosial dan menegakkan prinsip-prinsip kemanusiaan secara relevan dengan pengalaman sehari-hari.

Dengan demikian, pribumisasi menjadikan agama sebagai sarana untuk membangun etika sosial. Nilai-nilai keagamaan tidak lagi berhenti pada ranah doktrin semata, tetapi hidup sebagai pedoman moral yang memandu tindakan sosial, membentuk interaksi yang adil, harmonis, dan menghormati perbedaan. Agama sebagai etika sosial inilah yang menegaskan relevansi moralitas dalam kehidupan nyata masyarakat Nusantara.

Etika Lingkungan

Pribumisasi juga mencakup etika lingkungan sebagai bagian dari spektrum kehidupan yang luas. Masyarakat nusantara hidup berdampingan dengan alam, dan kesejahteraan manusia tidak bisa terputus dari ekosistem. Dengan pribumisasi, nilai-nilai lokal yang menekankan harmoni dengan alam dipertemukan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan etika sosial, sehingga tindakan manusia terhadap lingkungan menjadi bagian dari pertimbangan moral dan sosial.

Nilai lokal ini menjadikan hubungan manusia dan alam bukan sekadar pemanfaatan sumber daya, tetapi melakukan kehidupan yang berkelanjutan dan manusiawi. Pribumisasi mengajarkan bahwa menjaga pentingnya ekosistem dengan menegakkan keadilan dan toleransi dalam masyarakat. Dengan demikian, etika lingkungan menjadi satu spektrum yang utuh dengan demokrasi dan agama sebagai etika sosial, membentuk masyarakat Nusantara yang sadar ekologis sekaligus berperikemanusiaan.

Pribumisasi adalah Koentji Pemahaman Gus Dur

Pada akhirnya, koentji memahami Gus Dur sesungguhnya adalah pribumisasi. Dengan pribumisasi sebagai alat berpikir, Gus Dur menunjukkan cara menghubungkan titik-titik yang tampak berbeda: global dan lokal, nilai universal dan kearifan nusantara, agama, manusia dan alam, demokrasi dan etika sosial-lingkungan. Pribumisasi memungkinkan kita melihat kesalingterkaitan antara berbagai dimensi kehidupan, memahami bagaimana nilai-nilai global dapat diterapkan secara relevan dalam konteks lokal, dan bagaimana setiap tindakan sosial dan ekologis dapat diselaraskan dengan prinsip kemanusiaan

Memahami pribumisasi berarti memahami spektrum yang luas, di mana pluralitas, tanggung jawab sosial, dan kepedulian ekologis menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi. Dengan pendekatan ini, nilai-nilai global tidak sekadar menjadi teori, tetapi hidup dalam praktik masyarakat nyata, menegaskan identitas lokal, dan membentuk dasar bagi pembangunan masyarakat yang adil, manusiawi, dan berkelanjutan. Dengan kata lain, pribumisasi bukan sekedar metode berpikir Gus Dur, tetapi koentji untuk memahami warisan intelektual dan moralnya, sekaligus cara menyampaikan gagasan besar Gus Dur ke generasi masa kini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup