Tumbilotohe, Tradisi Gorontalo Sarat Makna Menjelang Idulfitri

Tradisi pasang lampu atau Tumbilotohe pada 27 Ramadan di Gorontalo - ilustrasi

Setiap daerah tentu berbeda ketika menyambut lebaran idulfitri. Di Gorontalo ada tradisi yang berbalut kental adat dan islami saat menyambut Idulfitri setiap tahun. Ada tradisi tumbilotohe atau malam pasang lampu yang digelar warga ketika masuk pada malam ke 27 Ramadan.

Konon, tradisi tumbilotohe ada sejak abad ke-15 masehi. Dahulu, warga yang datang ke masjid untuk melaksanakan shalat tarawih dan membayar zakat, butuh penerangan atau lampu yang terbuat dari getah damar. Lampu tradisional ini mampu bertahan lama saat dinyalakan.

Namun, seiring perkembangan zaman, lampu berbahan getah damar ini diganti dengan lampu padamala yang berbahan minyak kelapa, air dan kapas. Dan biasanya, lampu tradisional itu diberi pewarna sehingga terlihat indah ketika ditempatkan dalam cangkir.

Tumbilotohe Tradisi Penghargaan

Tumbilotohe tidak hanya tradisi sarat nilai adat, tapi ia juga adalah tanda bagi warga muslim di Gorontalo yang hampir sebulan penuh menjalankan ibadah puasa. Saatnya, akan berpisah dengan bulan yang mulia dan penuh berkah.

Bagi kalangan Nahdliyin di Gorontalo, tumbilotohe merupakan tradisi penghargaan yang dalam atas dedikasi dan keteguhan para sahabat Nabi yakni 4 khulafaur rasyidin. Tepat di malam 27 Ramadan, saat menyalakan lampu, diiringi dengan penyebutan 4 sahabat nabi secara berurutan dan membaca surah al-Qadr.

Lampu tradisional tersebut dipasang di depan rumah atau di pinggir jalan, bahkan di tanah lapang. Untuk warga sendiri, jumlah lampu disesuaikan dengan jumlah anggota keluarga yang ada. Tak hanya itu, biasanya warga Gorontalo memasang alikusu tepat di pintu gerbang masuk rumah.

Alikusu ini berbentuk kerangka mengikuti gerbang depan rumah lalu dihiasi patodu (pohon tebu), lambi (pohon pisang berbuah). Alikusi memiliki makna simbolik yang diartikan sebagai tempat hidup atau tempat tinggal karena lampu-lampu yang diletakkan dalam keadaan menyala itu bermanfaat memberi penerangan agar tidak tersesat.

Selain itu, secara filosofis, alikusu juga diartikan sebagai tempat berkumpulnya roh dan jasad para nenek moyang. Lampu diartikan sebagai jasad, sedangnya cahaya lampu diartikan sebagai rohnya.

Tumbilotohe Adalah Tradisi Keberkahan

Tumbilotohe diyakini warga Gorontalo sebagai tradisi yang syarat dengan harapan demi mendapat keberkahan pada malam Lailatul Qadr atau pada 10 malam hari terakhir di bulan Ramadan. Kian kemari, perayaan tradisi tumbilotohe dilaksanakan saat penghujung Ramadan.

Pada malam tumbilotohe, biasanya akan selalu ada orang-orang Gorontalo yang akan meminta zakati (uang) dari rumah ke rumah penduduk. Warga Gorontalo meyakini bahwa pada malam itu akan mendapatkan keberkahan Lailatul Qadar.

Selain lampu damar dan padamala, dalam tradisi tumbilotohe, warga biasanya menggunakan Moronggo (obor) yang terbuat dari bambu kuning berdiameter kecil, sedang atau besar yang diisi dengan minyak tanah dan sumbu yang terbuat dari kain atau sabut kelapa kering.

Ada juga tonggolo’opo atau lampion bambu yang terbuat dari bambu besar yang ujungnya dibelah sesuai dengan besarnya bambu dan di dalamnya di letakkan batok kelapa sehingga membentuk jari-jari yang nantinya akan diisi dengan kertas warna warni dan di dalamnya di pasang lampu botol.

Saat malam tumbilotohe, biasanya kemacetan terjadi. Orang-orang memadati setiap titik untuk melihat ribuan tohetutu (lampu botol berisi minyak tanah) dipasang di tepi jalan dan tanah lapang. Jalan terasa sesak. Setiap kendaraan berjalan lambat membuat kemacetan. Ini bisa terasa jika menyusuri jalan-jalan di Kota Gorontalo.

Tumbilotohe Tradisi Bermuhasabah

Tumbilotohe juga digelar bukan sekedar bersukacita setelah berjuang keras menahan lapar dan dahaga, akan tetapi, tradisi ini adalah momentum muhasabah di tiga malam terakhir di bulan Ramadan.

Di India, tradisi tumbilotohe seperti festival Diwali. Penduduk India akan merayakan tradisi ini dengan menyalakan lampu minyak di kediamannya. Tradisi ini layaknya juga di Dieng atau Jogjakarta ketika menjelang tahun baru. Tapi di Gorontalo, pelaksanaan ini ada ketika masuk di penghujung Ramadan.

Di Tahun 2007, tumbilotohe tercatat dalam rekor MURI. Warga berhasil menyalakan 5 juta lampu saat itu. Tradisi ini bagi warga Gorontalo di rantau, adalah magnet tersendiri untuk mudik dan tak ingin ketinggalan momen tumbilotohe.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup